ANGKET24.ID,JAKARTA.- Selamat jalan,Saudaraku, Abangku, Seniorku, Guruku ,ucapan yang terdengar dari beberapa para wartawan atau Jurnalis ditanah Air Tercinta ini pada Hari Rabu (9/9/2020) ,Diman pada hari Rabu 9 September 2020 adalah kabar duka cita dimana salah satu dari dua pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama meninggal dunia, menyusul rekannya, PK Ojong yang meninggal lebih dulu di tahun 1980.
Kabar duka ini datang siang tadi sekira pukul 13.05 WIB dari Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Jakob Oetama meninggal karena mengalami gangguan multiorgan yang diperparah dengan usia yang sudah lanjut, yaitu 88 tahun.
Dikenal sebagai guru, wartawan, dan juga pengusaha, JO, panggilan Jakob Oetama, telah menorehkan banyak karya dan hasil buah pikir semasa hidupnya.
Sekjen PWI pada 1965
Di dunia jurnalistik, selain menjadi wartawan dan pimpinan tertinggi dari Harian Kompas, JO juga sempat menjabat sebagai pengurus pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Berdasarkan arsip pemberitaan Litbang Kompas, Jakob Oetama pertama kali dipilih menjadi pengurus pusat PWI pada tahun 1965.
Berdasarkan Kongres PWI ke-12, JO dipilih untuk menempati posisi Sekretaris Jenderal PWI (1965-1968).
Selama menjabat sebagai Sekjen PWI, JO sempat ditunjuk menjadi anggota panitia khusus bentukan PWI yang ditugaskan mempelajari RUU Pokok Pers ketika itu, akhir November 1965.
Selain itu, ia juga dipercaya menjadi anggota dari tim koordinasi Pembinaan Media Massa di tahun berikutnya.
Pertengahan tahun 1966, medio Mei, JO bersama Ketua I PWI, Jusuf Sirath pergi ke Berlin, Jerman selama 3 minggu memenuhi undangan pemerintah setempat untuk menghadiri seminar Federasi Wartawan Internasional.
Selama di sana, keduanya sempat juga diwawancarai salah satu radio Jerman, Deutsche Welle, membahas seputar dunia jurnalistik di Tanah Air.
Tugas lain yang pernah ia jalani sebagai Sekjen PWI adalah terlibat dalam pertemuan dengan Sekretariat Bersama (Sekber) Rehabilitasi Pers pada Agustus 1966.
Pertengahan 1967, pria kelahiran Magelang, 27 September 1931 itu masuk dalam redaksi Majalah Pers Indonesia.
Majalah yang terbit 3 bulan sekali itu berisi berita terkait pers, film, radio, dan tv. JO masuk dalam redaksi majalah tersebut.
Di tahun itu, satu eksemplar majalah masih dibanderol dengan harga Rp 15.
Koran yang terjangkau rakyat
Jakob Oetama juga pernah berangkat ke Tokyo untuk mengikuti sebuah seminar yang membahas permasalahan media massa di Asia.
Di sana didapatkan kesimpulan, bahwa Asia membutuhkan koran-koran rakyat. Yaitu, koran atau media massa yang mudah dijangkau oleh masyarakat, khususnya dari segi harga.
Memasuki tahun 1968, kepengurusan PWI Pusat pun kembali diperbaharui. Meski tidak lagi menjabat Sekjen, dalam kepengurusan baru ini JO naik posisi menjadi Ketua II PWI Pusat.
Sementara posisi Ketua Umum masih dijabat oleh orang yang sama, yakni Machbub Djunaidi.(wan/dikutif dari Kompas.com)