ANGKET24.ID, JAKARTA – Ketua Komisi Penegakan dan Pegaduan Etika Pers Dewan Pers, Arif Zulkifli menegaskan, setiap perselisihan masyarakat dengan media ditangani oleh Dewan Pers.
Menurut Arif, hal itu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
“Setiap perselisihan anggota masyarakat dengan media harus diselesaikan dengan Dewan Pers dengan mekanisme yang diatur UU 40/1999,” kata Arif kepada awak media, Selasa (6/10/2020).
Hal ini berkait dengan kabar soal pelaporan terhadap jurnalis sekaligus presenter Najwa Shihab, oleh Ketua Umum Relawan Jokowi Bersatu ke Polda Metro Jaya.
Sebagai informasi, Ketua Umum Relawan Jokowi Bersatu, Silvia Dewi Soembarto, berencana melaporkan Najwa Shihab ke Polda Metro Jaya.
Rencana pelaporan tersebut berkait acara Mata Najwa episode “Menanti Terawan”.
Menurut Silvia, wawancara Najwa dengan kursi kosong itu dianggap merendahkan Presiden Joko Widodo.
Dia menuduh Najwa melakukan cyber bullying atau perundungan melalui teknologi.
Namun, saat ditanya soal nomor laporan, ia mengakui belum ada alias ditolak Kepolisian. Ia diminta untuk berkonsultasi ke Dewan Pers.
Arif menuturkan, apabila pihak Relawan Jokowi Bersatu berencana melaporkan hal tersebut, maka Dewan Pers akan menerimanya.
Setelah itu, Dewan Pers akan memeriksa apakah kasus tersebut memenuhi syarat untuk dimediasi sesuai dengan UU 40/1999.
“Jika mereka melapor akan diterima dan diperiksa apakah kasusnya memenuhi syarat untuk dimediasikan oleh Dewan Pers sesuai UU 40/1999 Tentang Pers,” tutur Arif.
Monolog Najwa
Najwa Shihab dalam acara bermonolog dengan kursi kosong seolah-olah ada Terawan yang tengah duduk di sana.
Dalam monolognya, dia mengungkap kegelisahan masyarakat yang sudah jarang melihat sosok Menkes Terawan di media sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
Ia menilai, tidak ada sosok yang paling tepat untuk memberikan penjelasan terkait situasi pandemi di Indonesia selain Terawan.
Terawan juga dinilai paling kapabel menjelaskan apa saja hal yang sudah dilakukan oleh negara mengatasi pandemi Covid-19.
“Adalah Pak Terawan yang punya wewenang, akses anggaran dan pemberi arahan,” ujar Najwa.
Setelah itu, Najwa memulai sesi wawancara dengan kursi kosong, seolah-olah Menkes Terawan sedang duduk di kursi tersebut.
Najwa lalu bertanya apakah Indonesia kecolongan pada tahap awal penanganan pandemi Covid-19.
Kemudian, ia bertanya mengenai usul tidak perlu karantina wilayah yang dikabarkan pernah ucapkan Terawan.
Pertanyaan berlanjut mengenai Gedung Kementerian Kesehatan yang kini menjadi salah satu klaster Covid-19, serta kesiapan Terawan apabila diminta mundur oleh masyarakat Indonesia.
“Bukan hanya desakan ke Presiden, karena publik di antaranya lewat petisi meminta kesiapan Anda untuk mundur. Siap mundur Pak?” tanya Najwa lagi.
Najwa kemudian menjelaskan pertanyaan yang ia lontarkan sebagian berasal dari publik yang disampaikan kepadanya.
Oleh karena itu, ia mengundang Terawan untuk hadir dalam acara “Mata Najwa” yang ia pandu.
” Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Waktu dan tempat dipersilahkan,” ujar dia.
Saat dikonfirmasi oleh Kompas.com, Najwa mengaku sudah sering mengundang Terawan untuk hadir dalam acara “Mata Najwa”.
Undangan itu sudah ia sampaikan jauh sebelum dibuatnya video “Mata Najwa” edisi “Menanti Terawan” di media sosial.
“Hampir tiap minggu selalu kirim undangan. Tiap episode soal pandemi,” kata Najwa.
Najwa mengatakan, undangan yang ia sampaikan tidak selalu direspons oleh pihak Menkes.
Sekalinya dijawab, pihak Menkes mengaku tidak bisa hadir dengan alasan padatnya jadwal.
“Pernah menjawab bahwa tidak bisa karena jadwal, dan kemudian kami selalu menawarkan agar wawancara diatur menyesuaikan waktu dengan agenda Pak Terawan,” ujar dia.
Namun, setelah pihak “Mata Najwa” menawarkan untuk wawancara menyesuaikan jadwal Menkes Terawan, kembali tidak ada jawaban lanjutan dari pihak Menkes.
“Tapi, tiap minggu kami selalu kirim undangan untuk mengingatkan,” ujar Najwa. (wan/kutifan dari Kompas.com)