ANGKET24.ID, TANGERANG – Sejumlah pengrajin tahu dan tempe melakukan aksi mogok operasi untuk berhenti memproduksi. Aksi mogok produksi kali ini dipicu lantaran harga kedelai naik.
Aksi mogok beroperasi memproduksi tersebut sudah dilakukan oleh para pengrajin tahu dan tempe di Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi (Jabodetabek), sejak Kamis (31/12/2020) sampai dengan Minggu (3/1/2021).
Aksi mogok produksi tersebut seperti yang dilakukan oleh Sedulur Pengrajin Tahu Indonesia (SPTI). Para pengrajin tahu dan tempe itu melakukan aksi mogok produksi dengan harapan keluhannya didengar pemerintah supaya harga kedelai bisa kembali seperti semula.
Ketua Bidang Hukum Sedulur Pengerajin tahu Indonesia (SPTI), Fajri Safii kepada wartawan menyampaikan, aksi mogok produksi tersebut dilakukan lantaran dipicu oleh kenaikan harga kedelai yang melonjak hingga 35 persen.
Menurut Fajri, saat ini lonjakan harga kedelai mencapai kisaran Rp 9. 000 sampai Rp 10. 000. Harga kedelai pada sebulan sebelumnya, kata Fajri, yakni Rp 7. 000 sampai Rp 7. 500.
“Kenaikan harga kedelai ini menyebabkan para pengrajin tahu mogok produksi, karena pengrajin tidak sanggup membeli kedelai dengan harga yang sangat mahal,” terang Fajri Safii.
Terkait lonjakan harga kedelai itu, Fajri menilai bahwa pemerintah seperti diam saja dan tidak mengambil tindakan apapun terhadap kenaikan harga kedelai. Bahkan pihaknya menduga, dalam kenaikan harga kedelai banyak kartel yang bermain.
“Kalau melihat Peraturan Menteri Perdagangan nomor: 24/M-DAG/PER/5/2013 tentang ketentuan import kedelai dalam rangka stabilitas harga kedelai. Peraturan ini dianggap menghambat tumbuhnya importir-importir baru yang menyebabkan seseorang importir lama semaunya menetukan harga, dan melakukan kesepakatan harga atau kesepakatan pembagian wilayah pemasaran. Hal ini jelas bertentangan dengan UU No.5 Tahun 1999 tentang praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat,” ungkap Fajri.
Sementara, Ketua Umum Sahabat Pengrajin Tempe Pekalongan (SPTP) Indonesia,, Haryanto mengaku tak sedikit para pengrajin yang tergabung dalam organisasinya banyak yang gulung tikar akibat dari kenaikan harga kedelai.
Pengrajin tahu dan tempe asal Pekalongan yang kini tinggal di Tangerang, itu berharap kepada pemerintah untuk bisa menekan kembali harga kedelai seperti semula.
“Dengan adanya kenaikan harga kacang kedelai import yang sangat tinggi dari Rp 7000, kini berubah menjadi Rp 9500 per kilonya telah menimbulkan keresahan. Lonjakan harga ini akan memicu para pengrajin gulung tikar. Kami berharap kepada pemerintah bisa menstabilkan kembali harga seperti semula,” ucap Haryanto.
Sementara, salah satu pedagang tahu dan tempe, Tarjumi (60), mengaku ngos-ngosan akibat kenaikan harga kedelai tersebut. Akibat dampak mogok produksi tiga hari yang dilakukan para pengrajin membuatnya nganggur.
“Dampak mogok selama tiga hari ini sangat jelas, karena ini saya nganggur dan tidak ada pemasukan apa-apa. Kita sebagai pedagang kecil supaya pemerintah mengerti apa yang dirasakan pedagang kecil, kami berharap pemerintah bisa menstabilkan harga kedelai, kalau bisa kembali lagi melalui Bulog,” ungkap Tarjumi.
Pantauan wartawan, aksi mogok produksi tersebut ditandai dengan menandatangani sebuah petisi yang dilakukan oleh puluhan perwakilan organisasi gabungan pengusaha dan pengrajin tahu dan tempe Se-Jabodetabek dengan kesepakatan menolak kenaikan harga kacang kedelai.(edi/rls)