Wiyanto Halim Dilaporkan Pengembang

banner 468x60

ANGKET24.ID, JAKARTA – Wijanto Halim (87), memang “aktor” yang hebat, namun bukan soal berakting dalam film atau sinetron. Ia piawai bersandiwara dalam hal tindak pidana penipuan. Wiyanto Halim pernah “sukses” mengelabui Majelis Hakim Jamuka Sitorus, SH, saat dirinya melayangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada tahun 2014 silam. Dalam gugatannya, ia mengakui lahan yang pernah dijualnya dan menggunakan surat kuasa orang yang sudah meninggal dunia.

Akibatnya, sang juru pengadilan dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) oleh Suherman Mihardja, SH, MH, seorang pengacara dan pengusaha properti, selaku pemilik sah atas lahan yang diakui Wiyanto Halim.

Dalam laporan tersebut, Hakim Jamuka Sitorus terbukti melanggar peraturan, sesuai Surat Keputusan Majelis Hakim bersama Ketua Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV2009-02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Saat itu, Majelis Hakim lebih percaya dengan ucapan Wijanto Halim yang menjelaskan bahwa Johanes Gunadi selaku pemilik tanah yang telah memberinya kuasa untuk menjual tanahnya sejak tahun 1981.

Wijanto Halim menyatakan bahwa Johanes Gunadi masih hidup dan dalam keadaan sehat serta tinggal di luar negeri. Padahal, faktanya sudah meninggal dunia sejak tahun 1987 dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir Jakarta.

“Dalam putusannya waktu itu, Majelis Hakim mengabulkan gugatan Wijanto Halim kepada Suherman Mihardja, yang sebenarnya tanah tersebut telah dijual kepada (Alm) Bapak Surya Mihardja, orang tua klien saya Bapak Suherman Mihardja sejak tahun 1988 seluas 60.000 m di Desa Jurumudi, Kecamatan Benda Tangerang,” kata Peter Wongsowidjojo, selaku kuasa hukum Suherman Mihardja, dalam keterang pers di Jakarta, Kamis (17/9/2020).

Saat itu, Menurut Peter, Majelis Hakim tidak memperhatikan fakta dan bukti di persidangan mengenai kepemilikan tanah tersebut. Padahal pada tanggal 19 Desember 1988, Wijanto Halim selaku pemegang kuasa berdasarkan Surat Kuasa No.82 dan No.83, yang dibuat oleh Notaris Raden Muhamad Hendarmawan, SH pada tanggal 23 Januari 1981 di Jakarta, telah melakukan transaksi jual beli atas tanah-tanah milik Johannes Gunadi (Alm.) sesuai dengan ke-23 Akta Jual Beli (AJB) kepada (Alm) Surya Mihardja.

“Sebagaimana dimaksud dalam Surat Kuasa No.82 dan No.83 tanggal 23 Januari 1981, dengan Girik/Kohir/C hasil peleburan/penyatuan, yaitu C 2135 kepada Surya Mihardja (Alm.) ayah dari Suherman Mihardja di hadapan Camat Batu Ceper, Drs. Darmawan Hidayat yang tertuang dalam 5 (lima) AJB.

5 AJB Hasil Penyatuan /Peleburan 

Adapun 5 AJB itu yakni AJB No.703/JB/AGR/1988 tanah Hak Milik Adat No. C 2135, Persil No: 66/D.I seluas 23.010 M2, AJB No.704/JB/AGR/1988 tanah Hak Milik Adat No.C 2135, Persil No:61/S.II seluas 4.260 M2, AJB No.705/JB/AGR/1988 tanah Hak Milik Adat No.C 2135, Persil No:55/S.I seluas 3.720 M2, AJB No.706/JB/AGR/1988 tanah Hak Milik Adat No.C 2135, Persil No: 56/S.II seluas 28.510 M2, dan AJB No.707/JB/AGR/1988 tanah Hak Milik Adat No.C 2135, Persil No: 67/D.I seluas 2.880 M2.

“Namun, anehnya Wijanto Halim mengaku tidak melakukan transaksi jual beli tersebut, bahkan melaporkan orang tua klien saya ke pihak berwajib. Dikarenakan tidak bersalah, orangtua Pak Suherman Mihardja divonis bebas murni dan sesuai putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 866K/Pid/1993 tertanggal 10 Februari 1998 menyatakan menolak Kasasi dari Jaksa Penuntut Umum,” tutut Peter menerangkan.

Ternyata upaya Wiyanto Halim tidak sampai di situ saja, ia melakukan gugatan perdata di PN Tangerang dengan nomor 542/PDT.G/2013/PN.TNG tertanggal 30 September 2013. Akhir perkara tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inchracht) dengan memenangkan bahwa Suherman Mihardja selaku pemilik tanah yang sah sesuai dengan putusan MA No:3221 K/PDT/2015, yang menolak permohonan Kasasinya.

“MA juga menolak permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan Wijanto Halim sesuai dengan Putusan MA No 481 PK/PDT/2018,” ujar Peter.

Menipu Pengembang

Selain membohongi Majelis Hakim, Wijanto Halim juga diduga melakukan penipuan kepada PT Profita Puri Lestari Indah (PPLI), salah satu perusahaan pengembang di Tangerang, pada tahun 2013. Dugaan penipuan masih seputar lahan yang telah dijualnya kepada (Alm) Surya Mihardja, yang kini telah sah menjadi milik Suherman Mihardja.

Terungkap, dalam gugatan PT PPLI terhadap Badan Pertanahan Kota Tangerang yang dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang Banten dengan Nomor 40/G/2020/PTUN-SRG tertanggal 16 September 2020.

Sesuai penjelasannya bahwa Wijanto Halim menyerahkan 23 (duapuluh tiga) AJB tahun 1978 a/n Johanes Gunadi dan juga Girik/Letter C 2135 hasil peleburan atau penyatuan atas Girik-girik pada 23 (duapuluh tiga) AJB tersebut kepada PT PPLI.

“Wijanto Halim kemudian melakukan transaksi jual beli  berdasarkan Surat Kuasa No.82 dan No.83, yang dibuat oleh Notaris Raden Muhamad Hendarmawan, SH pada tanggal 23 Januari 1981 di Jakarta,dan surat Kuasa tersebut juga yang digunakan pada transaksi dengan orang tua klien saya, ujar Peter 

Transaksi tersebut,dilakukan dihadapan  Notaris Yan Armin, SH dan dibuatkan 22 ( dua puluh dua )  Akta pelepasan Hak tertanggal  3 Oktober 2013 , dengan dasar Girik-girik pada 23 (duapuluh tiga) AJB tahun 1978 yang sebenarnya girik tersebut sudah dilebur atau disatukan atau dimatikan dan dirubah menjadi Girik C-2135 dan sepatutnya Notaris Yan Armin SH menggunakan Girik/Letter C 2135 sebagai data mutakhir yang berlaku sebagaimana transaksi yang dilakukan orang tua Pak Suherman Mihardja pada tahun 1988,.

Atas perbuatan tersebut, Wijanto Halim juga dilaporkan oleh PT PPLI ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan penipuan dan penggelapan sesuai dengan Pasal 378 dan pasal 372 KUPidana atas transaksi jual beli seluas 60.000 M (enam puluh ribu meter persegi) di Kelurahan Jurumudi, Kecamatan Benda, Kota Tangerang dengan kerugian sebesar Rp 11.964.800.000 (sebelas miliar sembilan ratus enampuluh empat juta delapan ratus ribu rupiah).

“Padahal faktanya tanah tersebut telah dijual kepada orangtua dari klien saya, dan Johanes Gunadi sudah meninggal sejak tahun 1987 yang seharusnya Surat Kuasa yang sudah 32 ( tiga puluh dua tahun ) 1981-2013 tersebut sudah tidak berlaku lagi sebagaimana diatur pada pasal 1813 KUHPerdata  bahwa kuasa akan berakhir apabila pemberi Kuasa tersebut meninggal dunia . ” sebut Advokat muda ini.

Menurut Peter, seharusnya PT PPPLI melakukan gugatan perdata yang ditujukan kepada Wijanto Halim atas dugaan perbuatan melawan hukum terkait transaksi jual beli di Notaris Yan Armin, SH. 

“Bukan menggugat Kantor Badan Pertanahan Kota Tangerang di PTUN Serang untuk membatalkan sertifikat milik klien kami, karena sertifikat atas nama klien kami Bapak Suherman Mihardja sudah sah dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inchracht) yang selama ini bersengketa dengan Wijanto Halim,” pungkas Peter. (Sopyan.nk)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *